+6287773666282 Jl. Surabaya-Menceh, RT 00 RW 00, Mosok Dusun Leda Desa Surabaya, Kec. Sakra Timur, Provinsi NTB.
Yazri Harapan Nusantara
Belajar Bersama, Menumbuhkan Akses, Membangun Bangsa.
Judul Gambar 1
Judul Gambar 1 Caption penjelasan gambar 1
Judul Gambar 2
Judul Gambar 2 Penjelasan isi gambar 2 dan shrink aktif
Home Berita dan Artikel Budaya Pendidikan

Siapa Vasily Malygin? Tokoh Rusia yang Pernah Bantu Lombok Melawan Belanda

"Petualang Rusia Vasily Malygin bantu Raja Lombok lawan Belanda dalam Perang 1893–1894. Kisah nyata yang nyaris terlupakan."



YAHANTARA.COM – Ketika dunia modern menyoroti Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia yang kontroversial, sejarah Nusantara menyimpan kisah lain yang jauh dari sorotan media: seorang petualang Rusia bernama Vasily Pantelymonovich Malygin yang terlibat langsung dalam Perang Lombok melawan kolonialisme Belanda pada akhir abad ke-19. Ia bukan diplomat, bukan tentara, melainkan seorang pedagang senjata yang memilih berpihak pada rakyat lokal. Kisahnya bukan hanya menarik dari sisi sejarah, tetapi juga membuka wawasan tentang hubungan tak terduga antara Rusia dan Indonesia di masa lalu.

Kehadiran Rusia di Hindia Belanda memang jarang dibahas dalam narasi sejarah Indonesia. Salah satu tokoh yang sempat mencuat adalah Modest Modestovich Bakunin, Konsul Rusia di Batavia antara tahun 1894–1899. Ia menulis buku berjudul Tropiceskaia Gollandia, yang menggambarkan kehidupan di Pulau Jawa dan pandangan Rusia terhadap imperialisme Belanda. Buku ini menjadi sumber langka yang menunjukkan ketertarikan Rusia terhadap dunia Melayu dan kolonialisme Eropa di Asia Tenggara.

Namun, berbeda dari Bakunin yang berperan sebagai diplomat, Vasily Malygin tampil sebagai sosok yang jauh lebih berani dan langsung terlibat dalam konflik lokal. Ia berasal dari Bessarabia (kini Moldova), dan menetap di Singapura sebagai pedagang senjata. Dalam situasi genting menjelang Perang Lombok, Malygin menjadi aktor penting yang membantu Raja Lombok mendapatkan senjata untuk melawan pasukan kolonial Belanda. Keberaniannya menjadikannya bagian dari sejarah perlawanan yang jarang diangkat.

Perang Lombok sendiri merupakan kelanjutan dari konflik antara masyarakat Sasak dan penguasa Karangasem dari Bali sejak tahun 1891. Ketegangan ini memuncak ketika Belanda memutuskan untuk melakukan intervensi militer pada 1894. Raja Lombok saat itu adalah Sri Paduka Yang Mulia Anak Agung Gde Ngurah Karangasem, penguasa yang berasal dari dinasti Karangasem namun telah lama memerintah di Lombok. Dalam menghadapi ancaman kolonial, beliau mengutus seorang emissary bernama Hadji Abdulrachman ke Singapura untuk membeli senjata dan amunisi.

Hadji Abdulrachman membawa dana besar dan berkoordinasi dengan pengacara Inggris, J.C. Mitchell, untuk mengatasi hambatan hukum dan diplomatik yang muncul akibat penyitaan kapal oleh Belanda. Petisi diajukan kepada Pemerintah Straits Settlements agar menekan Batavia, namun tidak membuahkan hasil. Dalam kondisi yang semakin mendesak, sang raja akhirnya menjalin kontak dengan Malygin. Petualang Rusia itu membeli sebuah junk Cina dan memuatnya dengan senjata, amunisi, serta bahan peledak untuk dikirim ke Lombok. Aksi ini menjadi bukti nyata solidaritas internasional terhadap perjuangan lokal.

Sayangnya, pelayaran Malygin berakhir tragis. Kapalnya dicegat oleh pasukan Belanda di perairan dekat Bali, dan seluruh muatan senjatanya dirampas. Ia ditangkap dan dibawa ke Surabaya untuk diadili. Dalam proses hukum kolonial yang keras, Malygin dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun. Ia bukan hanya kehilangan kebebasan, tetapi juga nyaris terhapus dari catatan sejarah Indonesia. Padahal, keberaniannya layak dikenang sebagai bentuk solidaritas lintas bangsa.

Nasib akhir Malygin masih menjadi misteri. Tidak ada catatan pasti apakah ia menjalani hukuman penuh atau meninggal di dalam penjara. Minimnya dokumentasi tentang kehidupannya setelah penangkapan menunjukkan bahwa kontribusinya terhadap perjuangan rakyat Lombok belum mendapat tempat yang layak dalam historiografi nasional. Bahkan saat hubungan Indonesia–Uni Soviet menghangat di era 1960-an, Malygin sempat dijadikan simbol persahabatan oleh kalangan kiri, namun tetap tidak dikenal luas.

Kisah Malygin penting untuk ditinjau ulang karena ia membuka ruang bagi interpretasi sejarah yang lebih inklusif. Ia menunjukkan bahwa perjuangan melawan kolonialisme tidak hanya dilakukan oleh tokoh lokal, tetapi juga mendapat dukungan dari individu asing yang memiliki idealisme dan keberanian. Dalam konteks sejarah global, Malygin adalah simbol solidaritas internasional yang melampaui batas negara dan budaya. Ia layak dikenang sebagai bagian dari narasi perlawanan Nusantara.

Di tengah semangat revitalisasi sejarah lokal, tokoh seperti Malygin bisa menjadi pintu masuk untuk membangun narasi yang lebih kompleks dan inspiratif. Bayangkan jika di Lombok ada museum kecil atau instalasi publik yang menceritakan kisahnya, lengkap dengan ilustrasi dan infografik. Bahkan nama jalan “Jalan Vasily Malygin” bisa menjadi simbol kecil dari penghargaan terhadap keberanian lintas batas dan solidaritas global yang pernah hadir di tanah Sasak. Penamaan seperti ini bukan sekadar penghormatan, tetapi juga strategi edukatif untuk menghidupkan kembali sejarah yang nyaris terlupakan.

Sebagaimana ditulis oleh Dr. Suryadi, staf pengajar dan peneliti di Universiteit Leiden, Belanda, kisah Vasily Malygin adalah bagian dari “melawan amnesia sejarah.” Dan kini, tugas kita adalah memastikan bahwa jejaknya tidak hanya tersimpan di arsip, tetapi juga hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Indonesia—sebagai simbol keberanian, perlawanan, dan persahabatan yang melampaui batas negara dan zaman.***

Komentar


Kolaborasi

Jadi bagian Yazri Harapan Nusantara