Remaja dan Literasi Empati Online
YAHANTARA.COM - Remaja adalah generasi yang tumbuh bersama teknologi. Mereka terbiasa berbagi, berkomentar, dan berekspresi di media sosial. Namun di tengah kebebasan itu, mereka juga rentan terjebak dalam dinamika digital yang penuh tekanan sosial, perundungan, dan konten yang tidak sehat. Di sinilah pentingnya literasi empati online sebagai bekal karakter dan kesadaran sosial.
Literasi empati bukan hanya soal memahami perasaan orang lain, tetapi juga tentang bagaimana bersikap di ruang digital. Remaja perlu belajar bahwa komentar yang mereka tulis bisa berdampak besar. Bahwa candaan yang mereka anggap lucu bisa menyakiti. Bahwa menyebarkan video tanpa izin bisa merusak masa depan seseorang. Empati adalah kemampuan untuk melihat manusia di balik layar.
Pendidikan digital untuk remaja harus mencakup nilai-nilai empati, etika, dan tanggung jawab. Mereka perlu diajak berdialog, bukan hanya diberi larangan. Mereka perlu ruang untuk memahami bahwa media sosial bukan tempat bebas nilai, tetapi ruang yang harus dijaga bersama. Dengan empati, mereka bisa menjadi agen perubahan yang positif dan beradab.
Dalam ajaran Islam, empati adalah bagian dari akhlak Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda, “Tidak beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini adalah prinsip empati yang mendalam—merasakan apa yang dirasakan orang lain sebelum bertindak.
Kaum intelektual seperti Carl Rogers, tokoh psikologi humanistik, menekankan bahwa empati adalah inti dari hubungan manusia yang sehat. Ia menyebut empati sebagai “kemampuan untuk memahami dunia orang lain seolah-olah itu dunia kita sendiri.” Dalam konteks digital, ini berarti kita harus berhenti melihat orang lain sebagai sekadar akun, dan mulai melihat mereka sebagai manusia.
Membekali remaja dengan literasi empati adalah investasi jangka panjang. Ia bukan hanya mencegah perundungan digital, tetapi juga membentuk karakter yang kuat dan beradab. Karena generasi yang paham empati adalah generasi yang mampu menjaga kemanusiaan, bahkan di balik layar.
Mari kita dukung remaja untuk menjadi pengguna digital yang bijak dan berempati. Bukan dengan menakuti mereka, tetapi dengan membimbing dan memberi teladan. Karena masa depan ruang digital ada di tangan mereka, dan empati adalah cahaya yang bisa menuntun mereka ke arah yang benar.***