Peran Pemuda dalam Tradisi Ngayu-ayu
"Pemuda berperan penting dalam menjaga dan menghidupkan tradisi Ngayu-ayu sebagai warisan budaya dan spiritual masyarakat Sasak."
YAHANTARA.COM - Dalam setiap pelaksanaan ritual Ngayu-ayu di Sembalun, keterlibatan pemuda bukan sekadar pelengkap, melainkan elemen penting yang menentukan keberlangsungan tradisi. Mereka hadir sebagai generasi penerus yang tidak hanya menyaksikan, tetapi juga ikut menjalankan, memahami, dan menghidupkan nilai-nilai yang terkandung dalam ritual sakral ini. Peran pemuda dalam Ngayu-ayu mencerminkan proses regenerasi budaya yang berjalan secara alami dan penuh makna.
Sejak tahap persiapan, pemuda dilibatkan dalam berbagai aktivitas. Mereka membantu membersihkan lokasi ritual, menyiapkan perlengkapan seperti sesajen, kain tenun, dan alat-alat tradisional, serta mendampingi tokoh adat dalam menyusun rangkaian acara. Kegiatan ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga menjadi ruang pembelajaran langsung tentang filosofi dan tata cara ritual yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu peran khas pemuda dalam Ngayu-ayu adalah pengolahan beras merah menjadi dodol dan jajanan berbentuk alat pertanian. Menurut adat, proses ini hanya boleh dilakukan oleh perempuan muda yang belum menstruasi atau perempuan yang telah menopause. Ketentuan ini bukan sekadar simbol, tetapi mencerminkan nilai kesucian dan keberlanjutan generasi. Di sinilah pemuda perempuan memiliki peran spiritual yang sangat penting, sebagai penjaga kemurnian dalam proses persembahan.
Selain itu, pemuda juga berperan dalam dokumentasi dan penyebaran informasi tentang Ngayu-ayu. Di era digital, mereka menjadi jembatan antara tradisi dan teknologi. Melalui media sosial, blog, dan video pendek, pemuda membantu mengenalkan ritual ini kepada khalayak yang lebih luas, baik lokal maupun internasional. Mereka merekam prosesi, mewawancarai tokoh adat, dan mengemas konten budaya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh generasi sebaya.
Keterlibatan aktif pemuda juga terlihat dalam diskusi adat dan musyawarah desa. Mereka mulai diberi ruang untuk menyampaikan pendapat, mengusulkan inovasi, dan ikut menentukan arah pelestarian tradisi. Dalam beberapa kasus, pemuda bahkan menjadi penggerak kegiatan budaya yang bersifat inklusif, seperti festival lokal, pameran tenun, atau pelatihan bahasa Sasak. Semua ini menunjukkan bahwa Ngayu-ayu bukan tradisi yang statis, tetapi terus berkembang melalui partisipasi generasi muda.
Nilai-nilai yang ditanamkan melalui Ngayu-ayu sangat relevan bagi pemuda. Mereka belajar tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, menghormati leluhur, serta membangun solidaritas sosial. Tradisi ini menjadi ruang pembentukan karakter yang mengajarkan tanggung jawab, kesadaran spiritual, dan kecintaan terhadap budaya lokal. Dalam suasana ritual yang khidmat, pemuda merasakan langsung kekuatan nilai-nilai yang tidak bisa didapatkan dari pendidikan formal semata.
Untuk mendukung keberlanjutan tradisi Ngayu-ayu yang hanya dilaksanakan di Sembalun, penting bagi masyarakat dan pemuda setempat untuk mulai merancang program pelibatan generasi muda secara lebih sistematis. Misalnya, bisa diinisiasi pelatihan pemandu budaya khusus Ngayu-ayu, kelas bahasa Sasak yang menekankan kosakata ritual, atau workshop tenun yang mengangkat motif-motif khas persembahan. Kegiatan semacam ini tidak hanya memperkuat keterampilan dan pemahaman budaya, tetapi juga membangun rasa bangga terhadap identitas lokal. Jika dirancang dengan pendekatan partisipatif dan berbasis komunitas, program-program ini dapat menjadi strategi pelestarian yang berkelanjutan dan relevan bagi generasi muda Sembalun.
Peran pemuda juga penting dalam menjaga dokumentasi dan arsip tradisi. Mereka bisa membantu mencatat lirik mantra, merekam prosesi, dan menyusun narasi sejarah yang selama ini hanya disimpan secara lisan. Dengan pendekatan digital, informasi tentang Ngayu-ayu bisa diakses lebih luas dan menjadi bahan pembelajaran lintas generasi. Bahkan, ritual ini bisa diangkat ke platform pendidikan, pariwisata budaya, atau diplomasi kebudayaan.
Ngayu-ayu bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga masa depan. Dan masa depan itu ada di tangan pemuda. Dengan keterlibatan aktif, pemahaman yang mendalam, dan semangat pelestarian, generasi muda bisa menjadi penjaga tradisi yang tangguh dan kreatif. Mereka tidak hanya melanjutkan warisan, tetapi juga memberi warna baru yang membuat tradisi tetap hidup dan bermakna.***