Pentingnya Empati dalam Interaksi Online
"Komentar di media sosial harus beretika dan penuh empati. Hindari perundungan digital dan jaga komunikasi yang sehat."
YAHANTARA.COM - Di era media sosial, kolom komentar telah menjadi ruang interaksi yang paling aktif. Di sana, orang bebas menyampaikan pendapat, menyapa, mengkritik, bahkan mengejek. Sayangnya, kebebasan ini sering kali disalahgunakan. Komentar yang seharusnya membangun justru menjadi alat untuk menjatuhkan, mempermalukan, atau menyakiti orang lain.
Empati dalam komentar online bukan sekadar sopan santun. Ia adalah bentuk kesadaran bahwa di balik setiap unggahan, ada manusia yang punya perasaan. Ketika kita menulis komentar, kita sedang berbicara kepada seseorang—bukan kepada layar. Maka, kata-kata yang kita pilih harus mencerminkan rasa hormat dan kepedulian.
Banyak kasus perundungan digital bermula dari komentar yang dianggap “biasa saja.” Padahal, bagi penerima, komentar itu bisa menjadi pemicu stres, rasa malu, bahkan trauma. Kita tidak pernah tahu kondisi psikologis orang lain. Maka, empati adalah tameng moral yang harus kita pakai sebelum menulis di ruang publik.
Dalam Islam, menjaga lisan adalah bagian dari iman. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Prinsip ini sangat relevan dalam konteks komentar online—jika tidak bisa memberi kebaikan, lebih baik tidak berkomentar.
Filsuf Prancis Michel Foucault pernah mengatakan bahwa “kata-kata memiliki kekuasaan.” Dalam dunia digital, kekuasaan itu bisa membangun atau menghancurkan. Komentar yang kita tulis bisa menjadi sumber inspirasi, atau sebaliknya, menjadi sumber luka. Maka, etika dan empati harus menjadi fondasi dalam setiap interaksi online.
Etika komentar juga mencakup kesadaran untuk tidak menyerang pribadi, tidak menyebarkan kebencian, dan tidak mempermalukan orang lain di ruang publik. Kritik boleh, tapi harus disampaikan dengan cara yang membangun. Kita bisa berbeda pendapat tanpa harus saling menjatuhkan. Karena tujuan komunikasi adalah memahami, bukan mengalahkan.
Empati dalam komentar berarti menahan diri dari impuls negatif. Ia berarti memberi ruang bagi orang lain untuk merasa aman dan dihargai. Ketika kita berkomentar dengan empati, kita sedang menciptakan ruang digital yang sehat, ramah, dan manusiawi. Ruang di mana semua orang bisa belajar dan tumbuh tanpa rasa takut.
Kita juga perlu mengedukasi generasi muda tentang pentingnya empati digital. Mereka adalah pengguna aktif media sosial, dan mereka perlu dibekali dengan nilai-nilai komunikasi yang beradab. Literasi empati harus menjadi bagian dari pendidikan digital, agar kolom komentar tidak menjadi ladang perundungan.
Mari kita jadikan komentar online sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan. Tempat di mana kata-kata menjadi jembatan, bukan jurang. Karena di balik setiap akun, ada manusia. Dan setiap manusia layak dihormati, didengar, dan diperlakukan dengan empati.***