Nyalamak Laut di Tanjung Luar: Tradisi yang Menjaga Harmoni antara Manusia dan Alam
"Ritual nyalamak laut di Desa Tanjung Luar, Lombok Timur, merupakan tradisi sakral suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis sebagai bentuk syukur"
YAHANTARA.COM - Di pesisir Tanjung Luar, Lombok Timur, laut bukan sekadar ruang ekonomi. Ia adalah ruang hidup yang dihormati, dijaga, dan dirayakan. Tradisi nyalamak laut menjadi wujud nyata dari hubungan spiritual masyarakat dengan laut—sebuah ritual tahunan yang berlangsung selama tiga hari penuh makna.
Ritual ini dimulai dengan arak-arakan kerbau menuju pantai, diiringi musik tradisional sarone yang menggema di antara deru ombak. Kerbau tersebut kemudian dikurbankan, dan kepala kerbau yang telah diberi kemenyan serta emas seberat 3 gram dilarung ke laut menggunakan rakit khusus. Prosesi ini diyakini sebagai bentuk persembahan kepada laut agar diberi keselamatan dan hasil tangkapan yang baik.
Selama ritual berlangsung, masyarakat tidak melaut. Larangan ini bukan sekadar aturan adat, melainkan bentuk penghormatan terhadap laut yang telah “menerima” persembahan. Dalam jeda itu, komunitas pesisir berkumpul, berbagi cerita, dan memperkuat ikatan sosial yang sudah lama terjalin.
Tradisi nyalamak laut tidak hanya dijalankan oleh satu kelompok etnis. Komunitas Bajo, Mandar, Bugis, dan Makassar yang menetap di Tanjung Luar turut serta, menunjukkan bagaimana budaya bisa menjadi ruang bersama yang melampaui batas asal-usul.
Lebih dari sekadar ritual, nyalamak laut adalah pengingat bahwa alam bukan objek eksploitasi, melainkan mitra hidup yang harus dihormati. Di tengah tekanan modernisasi dan eksploitasi sumber daya, tradisi ini menjadi suara yang menegaskan pentingnya keseimbangan antara manusia dan lingkungan.***