Ngayu-ayu Sembalun sebagai Warisan Budaya Penjaga Keseimbangan Hidup
"Ngayu-ayu di Sembalun Ngayu-ayu di Sembalun adalah warisan budaya yang menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan nilai spiritual leluhur."
YAHANTARA.COM Di kaki Gunung Rinjani, Desa Sembalun menyimpan tradisi Ngayu-ayu sebagai warisan budaya yang menjaga keseimbangan hidup masyarakat Sasak. Tradisi ini telah berlangsung selama ratusan tahun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas lokal. Dalam setiap pelaksanaannya, Ngayu-ayu menegaskan pentingnya harmoni antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual yang diyakini mengatur semesta.
Ritual Ngayu-ayu biasanya dilakukan di tempat yang dianggap memiliki energi spiritual tinggi, seperti mata air, hutan adat, atau tanah yang belum tersentuh pembangunan. Lokasi tersebut dipilih dengan penuh pertimbangan, bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi karena keyakinan bahwa tempat itu memiliki “kemaliq”—energi sakral yang harus dijaga dan dihormati.
Prosesi dimulai dengan pembersihan tempat, dilanjutkan dengan doa dan persembahan hasil bumi. Tokoh adat memimpin pembacaan mantra yang telah diwariskan secara turun-temurun. Setiap kata dalam mantra memiliki makna mendalam, menghubungkan manusia dengan leluhur dan kekuatan alam. Persembahan seperti air, bunga, beras merah, dan makanan tradisional digunakan sebagai simbol penghormatan dan permohonan keselamatan.
Keseimbangan yang dijaga dalam Ngayu-ayu bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual. Masyarakat percaya bahwa bencana alam, penyakit, atau konflik sosial adalah tanda bahwa keseimbangan telah terganggu. Oleh karena itu, Ngayu-ayu dilakukan sebagai bentuk penyelarasan ulang terhadap energi yang ada di sekitar mereka. Tradisi ini menjadi sarana untuk menenangkan alam, menyucikan desa, dan memperkuat ikatan sosial.
Dalam pelaksanaannya, Ngayu-ayu melibatkan semua lapisan masyarakat. Anak-anak, remaja, orang tua, dan tokoh adat bekerja sama dalam mempersiapkan dan menjalankan ritual. Gotong royong menjadi prinsip utama, memperkuat solidaritas dan rasa memiliki terhadap tradisi. Tidak ada dominasi atau eksklusi; semua orang memiliki peran dalam menjaga harmoni.
Keseimbangan juga tercermin dalam cara masyarakat memperlakukan alam. Mereka tidak mengambil hasil bumi secara berlebihan, tidak merusak hutan, dan menjaga sumber air dengan penuh kesadaran. Alam dipandang sebagai mitra hidup, bukan objek eksploitasi. Dalam setiap tindakan, mereka berusaha menjaga keberlanjutan dan keselarasan.
Di era modern, konsep keseimbangan seperti ini menjadi sangat relevan. Ketika dunia menghadapi krisis lingkungan dan degradasi spiritual, Ngayu-ayu menawarkan solusi berbasis kearifan lokal. Ia mengajarkan bahwa keseimbangan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi komitmen kolektif yang harus dijaga bersama.
Tradisi ini juga menjadi sumber pembelajaran bagi generasi muda. Mereka belajar bahwa menjaga alam bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis, tetapi bagian dari identitas budaya. Ngayu-ayu bisa menjadi inspirasi untuk gerakan lingkungan berbasis komunitas, kampanye digital, atau program edukasi di sekolah.
Melalui pelestarian yang kontekstual dan kreatif, Ngayu-ayu dapat terus hidup dan berkembang. Ia bisa diangkat dalam festival budaya, pameran seni, atau dokumentasi visual yang memperkenalkan nilai-nilai keseimbangan kepada publik yang lebih luas. Tradisi ini adalah cermin dari kebijaksanaan lokal yang patut dijaga dan diwariskan.
Ngayu-ayu di Sembalun bukan hanya warisan budaya, tetapi sistem nilai yang menjaga keseimbangan hidup. Ia mengajarkan bahwa manusia adalah bagian dari alam, bukan penguasa. Dalam setiap doa dan persembahan, masyarakat menegaskan kembali komitmen mereka untuk hidup selaras dengan semesta. Tradisi ini adalah warisan hidup yang terus menyemai harmoni dan keberlanjutan.