Mengenal Vasily Malygin, Petualang Rusia dalam Perang Lombok 1893–1894
"Kisah Vasily Malygin, petualang Rusia yang membantu Raja Lombok melawan kolonialisme Belanda pada 1893–1894."
YAHANTARA.COM – Ketika dunia modern menyoroti Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia yang kontroversial, sejarah Nusantara menyimpan kisah lain yang jauh dari sorotan media: seorang petualang Rusia bernama Vasily Pantelymonovich Malygin yang terlibat langsung dalam Perang Lombok melawan kolonialisme Belanda pada akhir abad ke-19.
Disadur dari tulisan Dr. Suryadi, MA salah satu staf pengajar dan peneliti di Universiteit Leiden, Belanda menyebutkan kisah petualang Rusia dalam Perang Lombok 1893–1894 ini bukan hanya menarik dari sisi sejarah, tetapi juga membuka wawasan tentang hubungan tak terduga antara Rusia dan Indonesia di masa lalu.
Rusia di Hindia Belanda: Dari Konsul hingga Petualang
Kehadiran Rusia di Hindia Belanda bukanlah hal yang umum dibahas dalam sejarah Indonesia. Salah satu tokoh penting yang mewakili Rusia di wilayah ini adalah Modest Modestovich Bakunin, Konsul Rusia yang bertugas antara tahun 1894 hingga 1899. Ia menulis buku berjudul Tropiceskaia Gollandia, yang menggambarkan kehidupan di Pulau Jawa dan pandangan Rusia terhadap imperialisme Belanda. Buku ini menjadi sumber langka yang menunjukkan ketertarikan Rusia terhadap dunia Melayu dan kolonialisme Eropa di Asia Tenggara.
Sayangnya, buku Bakunin belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan di kalangan akademisi. Padahal, karya tersebut menyimpan perspektif unik dari luar Eropa Barat tentang Nusantara. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, buku ini bisa menjadi referensi penting dalam studi sejarah kolonial dan hubungan internasional. Terlebih lagi, keberadaan buku ini di perpustakaan Universitas Leiden membuka peluang besar untuk riset lebih lanjut.
Namun, selain Bakunin, ada satu tokoh Rusia lain yang lebih langsung terlibat dalam dinamika lokal: Vasily Malygin. Berbeda dengan Bakunin yang berperan sebagai diplomat, Malygin adalah seorang petualang dan pedagang senjata yang berani mengambil risiko besar demi membantu perjuangan rakyat Lombok. Kisahnya menjadi bukti bahwa hubungan Rusia dan Indonesia tidak hanya bersifat diplomatik, tetapi juga menyentuh ranah perjuangan dan solidaritas.
Latar Belakang Perang Lombok
Perang Lombok yang terjadi pada tahun 1893–1894 merupakan kelanjutan dari konflik antara masyarakat Sasak dan penguasa Karangasem dari Bali. Ketegangan ini telah berlangsung sejak tahun 1891 dan semakin memanas ketika Belanda memutuskan untuk melakukan intervensi militer. Tujuan utama Belanda adalah menguasai wilayah strategis di Lombok dan menundukkan kekuatan lokal yang dianggap mengganggu stabilitas kolonial.
Raja Lombok, yang menyadari ancaman besar dari pasukan kolonial, berusaha mencari cara untuk memperkuat pertahanan kerajaannya. Salah satu strategi yang ditempuh adalah mengirim utusan ke Singapura untuk membeli senjata. Singapura, sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan penting di bawah kekuasaan Inggris, menjadi tempat ideal untuk mendapatkan persenjataan modern. Namun, usaha ini tidak berjalan mulus karena pengawasan ketat dari
Konsul Belanda di Singapura.
Kegagalan dalam memperoleh senjata tidak membuat Raja Lombok menyerah. Ia terus mencari jalur alternatif, termasuk melalui bantuan hukum dari pengacara Inggris. Sayangnya, tekanan diplomatik terhadap Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil. Situasi ini menunjukkan betapa sulitnya perjuangan lokal melawan kekuatan kolonial yang memiliki jaringan internasional dan kontrol atas jalur perdagangan senjata.
Malygin Masuk Panggung Sejarah
Dalam kondisi yang semakin terdesak, Raja Lombok akhirnya menjalin kontak dengan Vasily Malygin, seorang pedagang senjata asal Rusia yang menetap di Singapura.
Malygin dikenal sebagai sosok pemberani dan tidak segan mengambil risiko besar. Ia membeli sebuah junk Cina dan memuatnya dengan senjata, amunisi, serta bahan peledak untuk dikirim ke Lombok. Tindakan ini menunjukkan keberpihakan Malygin terhadap perjuangan rakyat lokal melawan kolonialisme.
Namun, pelayaran Malygin berakhir tragis. Kapalnya dicegat oleh pasukan Belanda di perairan dekat Bali, dan seluruh muatan senjatanya dirampas. Ia ditangkap dan dibawa ke Surabaya untuk diadili. Dalam proses hukum kolonial yang keras, Malygin dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun. Keberaniannya menjadi catatan penting dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialisme, meskipun namanya jarang disebut dalam buku-buku sejarah arus utama.
Kisah Malygin mencerminkan bahwa perjuangan melawan kolonialisme tidak hanya dilakukan oleh rakyat lokal, tetapi juga mendapat dukungan dari individu asing yang memiliki idealisme dan keberanian. Ia bukan diplomat atau tentara resmi, melainkan seorang petualang yang memilih berpihak pada keadilan. Dalam konteks sejarah global, Malygin adalah simbol solidaritas internasional yang layak dikenang dan dipelajari lebih dalam.
Nasib Malygin dan Jejak yang Terlupakan
Setelah ditangkap oleh otoritas kolonial Belanda, Vasily Malygin dibawa ke Surabaya untuk menjalani proses hukum. Ia diadili sebagai penyelundup senjata dan dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun.
Hukuman ini mencerminkan betapa seriusnya ancaman yang dirasakan Belanda terhadap upaya perlawanan lokal yang melibatkan aktor asing. Malygin, yang bukan warga Hindia Belanda, dianggap sebagai pengganggu stabilitas kolonial dan harus disingkirkan.
Sayangnya, tidak banyak catatan sejarah yang mengungkapkan nasib akhir Malygin. Apakah ia menjalani hukuman penuh atau meninggal di dalam penjara, masih menjadi misteri. Minimnya dokumentasi tentang kehidupannya setelah penangkapan menunjukkan bahwa kontribusinya terhadap perjuangan rakyat Lombok belum mendapat tempat yang layak dalam historiografi Indonesia. Padahal, keberaniannya layak dikenang sebagai bentuk solidaritas internasional terhadap perjuangan anti-kolonial.
Kisah Malygin yang nyaris terlupakan ini menjadi pengingat bahwa sejarah sering kali hanya mencatat nama-nama besar, sementara tokoh-tokoh yang berperan di balik layar justru tenggelam dalam arsip. Untuk itu, penting bagi sejarawan dan peneliti lokal untuk menelusuri jejaknya lebih lanjut. Mungkin saja arsip di Rusia, Belanda, atau Inggris menyimpan potongan-potongan informasi yang bisa mengungkap lebih banyak tentang kehidupan dan perjuangan Malygin di Nusantara.
Mengapa Kisah Ini Penting?
Kisah Vasily Malygin bukan sekadar cerita petualangan seorang asing di tanah jauh. Ia adalah representasi dari keterlibatan global dalam konflik lokal, dan menunjukkan bahwa perjuangan melawan kolonialisme tidak hanya dilakukan oleh rakyat setempat. Malygin, sebagai individu yang berasal dari Moldova dan menetap di Singapura, memilih untuk berpihak pada Raja Lombok dalam menghadapi kekuatan kolonial yang jauh lebih besar dan terorganisir.
Dalam konteks sejarah Indonesia, kisah seperti ini penting karena memperluas cakupan narasi perjuangan. Ia menantang pandangan sempit bahwa perlawanan hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh lokal, dan membuka ruang untuk memahami solidaritas lintas bangsa. Malygin bukan diplomat, bukan tentara resmi, tetapi seorang pedagang yang berani mengambil risiko demi membantu rakyat yang tertindas. Ini adalah bentuk keberpihakan yang langka dan inspiratif.
Lebih jauh lagi, kisah Malygin bisa menjadi bahan refleksi tentang bagaimana sejarah ditulis dan siapa yang layak dikenang. Dalam era digital dan keterbukaan informasi, kita memiliki kesempatan untuk menggali kembali tokoh-tokoh yang selama ini terpinggirkan. Malygin adalah contoh nyata bahwa sejarah bukan hanya milik pemenang, tetapi juga milik mereka yang berani melawan, meski akhirnya kalah dan dilupakan.
Potensi Pengembangan Sejarah Lokal
Kisah Vasily Malygin membuka peluang besar bagi pengembangan sejarah lokal yang lebih inklusif dan mendalam. Di tengah semangat revitalisasi budaya dan identitas daerah, tokoh seperti Malygin bisa menjadi pintu masuk untuk membangun narasi sejarah yang lebih kompleks dan menarik. Ia bisa menjadi simbol keberanian, solidaritas, dan keterhubungan global yang relevan dengan generasi muda saat ini.
Bagi akademisi dan peneliti, kisah ini bisa dijadikan proyek penelitian lintas disiplin: sejarah, hubungan internasional, dan studi budaya. Arsip-arsip di Universitas Leiden, perpustakaan Rusia, dan dokumen kolonial Belanda bisa ditelusuri untuk menemukan lebih banyak data. Bahkan, pendekatan digital seperti storytelling interaktif atau dokumenter mini bisa digunakan untuk menghidupkan kembali jejak Malygin dalam format yang lebih populer dan mudah diakses.
Di tingkat lokal, Lombok bisa menjadikan Malygin sebagai bagian dari narasi wisata sejarah. Bayangkan jika ada museum kecil atau instalasi publik yang menceritakan kisahnya, lengkap dengan ilustrasi dan infografik. Bahkan nama jalan “Jalan Vasily Malygin” bisa menjadi simbol kecil dari penghargaan terhadap keberanian lintas batas dan solidaritas global yang pernah hadir di tanah Lombok. Penamaan seperti ini bukan sekadar bentuk penghormatan, tetapi juga strategi edukatif untuk menghidupkan kembali sejarah yang nyaris terlupakan. Generasi muda yang melintasi jalan itu akan bertanya, “Siapa Malygin?”—dan dari situlah benih rasa ingin tahu dan kebanggaan terhadap sejarah lokal bisa tumbuh.
Lebih dari sekadar mengenang, kisah Malygin mengajak kita untuk meninjau ulang narasi sejarah yang selama ini didominasi oleh sudut pandang kolonial. Ia membuka ruang bagi interpretasi baru yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih beragam. Dalam dunia yang semakin terhubung, mengenali tokoh-tokoh seperti Malygin adalah langkah penting untuk membangun identitas bangsa yang terbuka, berdaya, dan sadar akan nilai solidaritas lintas budaya.
Kisah Vasily Malygin adalah bagian dari “melawan amnesia sejarah.” Dan kini, tugas kita adalah memastikan bahwa jejaknya tidak hanya tersimpan di arsip, tetapi juga hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Indonesia—sebagai simbol keberanian, perlawanan, dan persahabatan yang melampaui batas negara dan zaman.***


