+6287773666282 Jl. Surabaya-Menceh, RT 00 RW 00, Mosok Dusun Leda Desa Surabaya, Kec. Sakra Timur, Provinsi NTB.
Yazri Harapan Nusantara
Belajar Bersama, Menumbuhkan Akses, Membangun Bangsa.
Judul Gambar 1
Judul Gambar 1 Caption penjelasan gambar 1
Judul Gambar 2
Judul Gambar 2 Penjelasan isi gambar 2 dan shrink aktif
Home Berita dan Artikel

Mengenal Suku Sasak Lombok: Sejarah, Bahasa, Tradisi, dan Warisan Budaya yang Memikat

"Mengenal Suku Sasak Lombok: Sejarah, Bahasa, Tradisi, dan Warisan Budaya yang Memikat"

YAHANTARA.COM - Pulau Lombok, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya seperti Pantai Kuta dan Gunung Rinjani, tetapi juga karena kekayaan budaya yang dimiliki oleh suku asli pulau ini: Suku Sasak. Suku Sasak merupakan etnis mayoritas di Lombok dan memiliki warisan budaya yang unik, penuh makna, dan masih lestari hingga kini. Tak heran jika Lombok sering dijuluki sebagai “Bumi Sasak”.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang sejarah Suku Sasak, bahasa yang mereka gunakan, tradisi-tradisi khas yang masih dijalankan, serta kebudayaan yang menjadi daya tarik wisata budaya NTB.

Sejarah Suku Sasak: Jejak Pengaruh Majapahit, Bali, dan Islam

Sejarah Suku Sasak tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai kerajaan besar di Nusantara. Pada masa sebelum abad ke-16, Maha Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit dikabarkan pernah mengirim ekspedisi ke Lombok. Hal ini menandakan bahwa Pulau Lombok sempat berada di bawah pengaruh Majapahit.

Memasuki akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17, pengaruh Islam mulai masuk ke Lombok melalui dakwah para wali, terutama Sunan Giri. Islam kemudian menjadi agama mayoritas di kalangan masyarakat Sasak, meskipun pengaruh Hindu Bali juga sempat mendominasi ketika Kerajaan Gelgel Bali menaklukkan Lombok pada awal abad ke-18.

Namun, dominasi Bali tidak berlangsung lama. Kerajaan Selaparang yang berada di Lombok Timur, dengan bantuan kerajaan dari Sumbawa yang dipengaruhi oleh Makassar, berhasil mengusir pengaruh Gelgel. Menariknya, beberapa prajurit dari Sumbawa menetap di Lombok Timur, dan hingga kini terdapat desa-desa di timur laut Lombok yang menggunakan bahasa Samawa sebagai bahasa sehari-hari.

Secara historis, Suku Sasak diyakini memiliki akar dari berbagai wilayah seperti Jawa, Bali, Makassar, dan Sumbawa. Meskipun belum ada bukti pasti mengenai asal-usul nenek moyang mereka, pengaruh budaya dari keempat wilayah tersebut sangat terasa dalam perkembangan identitas Sasak.

Nama “Sasak” sendiri dipercaya berasal dari kata “sak-sak” yang berarti sampan. Konon, nenek moyang mereka menggunakan sampan untuk menyeberang dan menetap di Pulau Lombok.

Bahasa Sasak: Warisan Lisan yang Kaya dan Beragam

Bahasa Sasak merupakan bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat Sasak dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun tidak memiliki status resmi seperti Bahasa Indonesia, bahasa Sasak tetap menjadi identitas penting yang memperkuat ikatan sosial dan budaya masyarakat Lombok.

Menariknya, bahasa Sasak memiliki gradasi tingkat kesopanan yang mirip dengan bahasa Bali dan Jawa. Ada tingkatan bahasa yang digunakan tergantung pada situasi dan lawan bicara, seperti bahasa halus untuk orang yang lebih tua atau dihormati, dan bahasa biasa untuk percakapan sehari-hari.

Selain itu, bahasa Sasak memiliki beragam dialek yang berbeda di setiap wilayah Lombok. Perbedaan dialek ini bisa sangat signifikan hingga menimbulkan kesulitan dalam komunikasi antardaerah. Hal ini menunjukkan betapa kaya dan kompleksnya bahasa Sasak sebagai warisan budaya lisan.

Tradisi Unik Suku Sasak: Dari Kawin Culik hingga Perang Topat

Suku Sasak dikenal memiliki tradisi-tradisi yang unik dan hanya bisa ditemukan di Lombok. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial, spiritual, dan kebersamaan masyarakat Sasak.

1. Merarik (Kawin Culik)

Tradisi Merarik atau kawin culik adalah salah satu tradisi pernikahan khas Sasak. Dalam tradisi ini, seorang pria “menculik” wanita yang akan dinikahinya. Namun, penculikan ini bukan tindakan kriminal, melainkan bagian dari kesepakatan antara kedua belah pihak yang sudah saling mencintai.

Setelah “penculikan” dilakukan, keluarga pria akan mengirim utusan ke keluarga wanita untuk menyampaikan maksud dan menyusun prosesi pernikahan. Tradisi ini masih dijalankan di beberapa daerah di Lombok dan menjadi simbol romantisme serta keberanian dalam budaya Sasak.

2. Bau Nyale

Bau Nyale adalah tradisi tahunan yang dilakukan masyarakat Sasak untuk menangkap cacing laut (Nyale) yang muncul di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah. Tradisi ini biasanya berlangsung sekitar bulan Februari, sesuai dengan kalender tradisional Sasak.

Bau Nyale memiliki makna spiritual dan historis, karena dikaitkan dengan legenda Putri Mandalika yang mengorbankan dirinya demi perdamaian. Nyale dipercaya sebagai jelmaan sang putri, dan menangkapnya dianggap membawa berkah dan keberuntungan.

3. Perang Topat

Perang Topat adalah tradisi unik yang memperlihatkan harmoni antara umat Islam dan Hindu di Lombok. Tradisi ini dilakukan di Pura Lingsar, Lombok Barat, sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen.

Dalam prosesi ini, masyarakat dari kedua agama berkumpul dan melakukan ritual bersama, lalu saling melempar ketupat sebagai simbol kebersamaan dan keberkahan. Tradisi ini menjadi bukti nyata toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Lombok.

Kebudayaan Sasak: Seni, Musik, dan Ritual yang Memikat Wisatawan

Budaya Sasak tidak hanya hidup dalam tradisi, tetapi juga dalam seni pertunjukan, musik, dan ritual adat yang terus dilestarikan. Beberapa di antaranya bahkan menjadi daya tarik utama dalam wisata budaya NTB.

1. Gendang Beleq

Gendang Beleq adalah alat musik tradisional Sasak yang dimainkan dalam kelompok besar. Musik ini biasanya mengiringi prosesi adat, pernikahan, atau penyambutan tamu penting. Suara gendang yang besar dan ritmis menciptakan suasana meriah dan penuh semangat.

Gendang Beleq juga menjadi simbol kekuatan dan kebersamaan, karena dimainkan secara kolaboratif oleh belasan orang. Pertunjukan Gendang Beleq sering ditampilkan dalam festival budaya dan menjadi ikon seni musik Lombok.

2. Upacara Rebo Bontong

Upacara Rebo Bontong adalah ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Pringgabaya, Lombok Timur, pada minggu terakhir bulan Safar dalam kalender Islam. Dalam ritual ini, masyarakat melakukan mandi Safar di pantai sebagai bentuk pembersihan diri dan perlindungan dari penyakit.

Mereka percaya bahwa pada waktu tersebut, Allah SWT menurunkan banyak bala atau musibah, sehingga mandi Safar menjadi bentuk ikhtiar spiritual untuk menghindari malapetaka. Tradisi ini menunjukkan perpaduan antara kepercayaan lokal dan ajaran Islam dalam budaya Sasak.

3. Tari Tendang Mendet

Tari Tendang Mendet adalah tarian tradisional yang dimainkan oleh belasan penari dengan iringan Gendang Beleq. Tarian ini biasanya ditampilkan sebagai bentuk sambutan atau ungkapan rasa syukur dalam acara adat dan budaya.

Gerakan tari yang dinamis dan penuh semangat mencerminkan karakter masyarakat Sasak yang ramah, terbuka, dan penuh energi. Tari Tendang Mendet juga menjadi bagian penting dalam pelestarian seni pertunjukan Lombok.

Suku Sasak sebagai Warisan Budaya Nusantara

Suku Sasak bukan hanya bagian dari sejarah Lombok, tetapi juga bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia. Dengan tradisi yang masih hidup, bahasa yang terus digunakan, dan seni yang terus ditampilkan, Suku Sasak menjadi contoh nyata bagaimana budaya lokal bisa bertahan dan berkembang di tengah arus modernisasi.

Bagi Anda yang tertarik dengan wisata budaya, Lombok menawarkan pengalaman yang tak terlupakan melalui interaksi langsung dengan masyarakat Sasak. Dari mengikuti tradisi Bau Nyale hingga menyaksikan Gendang Beleq, setiap momen adalah pelajaran tentang kearifan lokal dan keindahan warisan Nusantara.

Komentar


Kolaborasi

Jadi bagian Yazri Harapan Nusantara