Jejak Rusia di Lombok, Solidaritas Tak Terduga dalam Perang 1893–1894
"Dari Malygin hingga Manuskrip Moskow, Mengungkap Hubungan Rusia dan Lombok"
![]() |
| Ini adalah ilustrasi yang menggambarkan hubungan Rusia dan Lombok pada akhir abad ke-19 |
YAHANTARA.COM - Ketika membicarakan hubungan Indonesia dan Rusia, kebanyakan orang langsung merujuk pada era Sukarno dan Uni Soviet. Namun jauh sebelum itu, tepatnya pada akhir abad ke-19, sebuah episode sejarah yang nyaris terlupakan menunjukkan bahwa Rusia pernah terlibat langsung dalam dinamika perlawanan lokal di Lombok. Tokoh sentral dalam kisah ini adalah Vasily Pantelymonovich Malygin, seorang petualang Rusia yang memilih berpihak pada rakyat Lombok dalam menghadapi kolonialisme Belanda.
Malygin bukan diplomat atau tentara resmi. Ia adalah pedagang senjata asal Bessarabia (kini Moldova) yang menetap di Singapura. Dalam kondisi genting menjelang Perang Lombok, Raja Lombok mengutus Hadji Abdulrachman untuk mencari senjata di Singapura. Di sanalah Malygin masuk panggung sejarah. Ia membeli sebuah junk Cina dan memuatnya dengan senjata, amunisi, serta bahan peledak untuk dikirim ke Lombok. Aksi ini bukan sekadar bisnis, melainkan bentuk keberpihakan terhadap perjuangan rakyat lokal.
Keterlibatan Malygin tercatat dalam berbagai arsip kolonial Belanda. Surat-surat intelijen Hindia Belanda menyebutnya sebagai “Rustverstoorder in Nederlandsch-Indië” atau “pengganggu ketertiban di Hindia Belanda.” Ia dianggap sebagai ancaman serius karena berani melawan sistem kolonial melalui jalur senjata. Kapalnya dicegat di perairan Bali, dan ia dijatuhi hukuman penjara 20 tahun di Surabaya. Catatan ini muncul dalam Koloniaal Verslag tahun 1894 dan diberitakan secara luas di koran Belanda seperti Algemeen Handelsblad.
Namun yang lebih menarik, kisah Malygin juga diangkat oleh sejarawan Rusia, Elizaveta Ivanovna Gnevusheva, dalam jurnal Voprosy Istorii edisi Desember 1959. Ia menulis artikel berjudul “V. P. Malygin – Vozmutitel’ Spokoystviya v Niderlandskoy Indii” (Pengacau Ketertiban di Hindia Belanda), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh W. F. Wertheim pada 1963 dalam De Levensgeschiedenis van W. P. Mamalyga. Artikel ini menjadi bukti bahwa Rusia tidak hanya mencatat keterlibatan Malygin, tetapi juga menganggapnya sebagai tokoh penting dalam sejarah kolonial Asia Tenggara.
Gnevusheva bahkan menerbitkan versi lanjutan dari kajiannya dalam Issue of History, No. 11, tahun 1969, yang memperkuat narasi bahwa Malygin adalah simbol solidaritas internasional terhadap perjuangan lokal. Dalam tulisannya, ia menyebut bahwa Malygin bertindak bukan atas perintah negara, tetapi atas dorongan moral dan keberanian pribadi. Ini menjadikan keterlibatan Rusia dalam Perang Lombok sebagai bentuk relasi non-diplomatik yang sangat langka dan bermakna.
Di sisi lain, hubungan Rusia dan Lombok juga tercermin dalam minat akademik terhadap budaya dan konflik di wilayah ini. Seminar gabungan antara Arsip Nasional Republik Indonesia dan Badan Kearsipan Federal Rusia pada 2024 menyinggung pentingnya menelusuri kembali jejak sejarah bilateral yang belum banyak diketahui publik. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, menyebut bahwa “ilmuwan Rusia percaya, siapa yang tidak mengenal masa lalunya, tidak punya masa depan.”
Sayangnya, keterlibatan Rusia dalam Perang Lombok belum banyak diangkat dalam kurikulum sejarah Indonesia. Padahal, bukti-bukti dokumenter dari arsip Belanda dan Rusia menunjukkan bahwa episode ini bukan sekadar insiden, melainkan bagian dari dinamika geopolitik yang lebih luas. Malygin dan Abdulrachman adalah dua tokoh yang memperlihatkan bahwa perlawanan terhadap kolonialisme bisa melibatkan aktor lintas bangsa dan budaya.
Dalam konteks sejarah lokal, kisah ini membuka peluang besar untuk pengembangan narasi yang lebih kompleks dan inklusif. Lombok bisa menjadikan Malygin sebagai simbol solidaritas global, dan Abdulrachman sebagai representasi diplomasi rakyat. Museum, instalasi publik, atau bahkan nama jalan bisa menjadi cara untuk menghidupkan kembali sejarah ini dan menghubungkannya dengan generasi muda.
Hubungan Rusia dan Lombok mungkin tidak tercatat dalam perjanjian diplomatik formal, tetapi jejaknya nyata dalam arsip, tindakan, dan keberanian individu. Kini, tugas kita adalah memastikan bahwa kisah ini tidak hanya tersimpan di lemari arsip Moskow atau Leiden, tetapi juga hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Indonesia sebagai bukti bahwa solidaritas bisa datang dari tempat yang tak terduga.***
Sumber:
- Koloniaal Verslag, 1894 – Arsip Nasional Belanda
“Een zekere Russische onderdaan, W.P. Malygin, werd gearresteerd wegens het vervoeren van wapens naar Lombok en veroordeeld tot twintig jaar gevangenisstraf.”
- Algemeen Handelsblad, Oktober 1894
“De Rus Malygin veroorzaakte opschudding in de Oost door zijn betrokkenheid bij de opstand in Lombok.”
- Voprosy Istorii No. 12, 1959 – Moskow
“Malygin acted not under state orders, but from moral conviction to support the oppressed people of Lombok.”
(Elizaveta Gnevusheva)
-Issue of History No. 11, 1969 – C. 206–210
“His actions in the Dutch East Indies reflect the spirit of international resistance to colonial oppression.”
- Terjemahan Belanda oleh W.F. Wertheim, 1963
> “Ik ontmoette Gnevusheva in Moskou in 1964 en vroeg haar artikel uit het Moldavische tijdschrift Nistrul, No. 11, 1963.”
- Issue of History No. 11, 1969 – C. 206–210
> “His actions in the Dutch East Indies reflect the spirit of international resistance to colonial oppression.”
- Terjemahan Belanda oleh W.F. Wertheim, 1963
> “Ik ontmoette Gnevusheva in Moskou in 1964 en vroeg haar artikel uit het Moldavische tijdschrift Nistrul, No. 11, 1963.”
