Cerita Rakyat Sasak tentang Dewi Rengganis dan Raden Suwangsa
"Cerita rakyat Sasak tentang Dewi Rengganis dan Raden Suwangsa mengungkap cinta, kesaktian, dan nilai budaya yang penuh makna"
YAHANTARA.COM - Di tengah kekayaan budaya Lombok, cerita rakyat Sasak menyimpan kisah-kisah yang bukan hanya memikat, tetapi juga sarat makna. Salah satu yang paling legendaris adalah kisah Dewi Rengganis dan Raden Suwangsa—dua tokoh yang mewakili cinta, kesaktian, dan nilai-nilai luhur masyarakat Sasak. Cerita ini telah diwariskan secara lisan dan tertulis, menjadi bagian penting dari identitas budaya lokal yang terus hidup di hati masyarakat.
Kisah bermula di kerajaan Jamintoran, tempat seorang raja pendeta hidup dalam kebijaksanaan dan kesederhanaan. Setelah permaisurinya wafat saat melahirkan putri mereka, sang raja memilih bertapa di Bukit Aldahemas. Ia memohon kepada Tuhan agar putrinya, Rengganis, diberi umur panjang dan kelebihan luar biasa. Doa itu dikabulkan—Rengganis tumbuh menjadi wanita yang cantik, sakti, dan berbudi luhur.
Rengganis dikenal sebagai perempuan yang mandiri dan terampil. Ia mahir menyongket, menyulam, dan menenun dengan hasil yang sangat halus. Tubuhnya memancarkan aroma harum alami, dan ia hanya memakan buah serta meminum sari bunga. Kesaktiannya membuatnya mampu terbang tanpa sayap, melayang seperti jin di angkasa. Ia hidup sederhana, namun aura mistis dan keanggunannya membuat namanya tersebar ke berbagai negeri.
Suatu hari, Rengganis mandi di taman bunga Banjaransari, tempat ia sering memetik bunga tunjung tutur. Taman itu milik Raden Mas Iman Suwangsa, putra Raja Arab. Raden Suwangsa, yang penasaran dengan hilangnya bunga-bunga di tamannya, akhirnya melihat Rengganis dan langsung terpesona. Ia mencoba menegur dan menahan sang putri, namun Rengganis hanya tersenyum dan terbang pergi, meninggalkan sang pangeran dalam keadaan pingsan karena terlalu terpesona.
Sejak malam itu, Raden Suwangsa jatuh sakit. Ia tidak makan, tidak tidur, dan tidak berbicara dengan siapa pun selama dua bulan. Raja Jayengrana, ayahnya, marah dan mengutus pasukan untuk mencari tahu penyebabnya. Ketika akhirnya bertemu, Raden Suwangsa mengaku bahwa ia jatuh cinta pada wanita sakti yang bisa terbang dan menghilang begitu saja. Cinta itu bukan cinta biasa—ia datang dari pertemuan singkat, namun meninggalkan jejak yang dalam di hati sang pangeran.
Rengganis, yang mengetahui penderitaan Raden Suwangsa, kembali menemuinya. Ia menawarkan solusi: mencarikan gadis bangsawan yang cocok untuk dinikahi, yaitu Dewi Kadarmanik, putri Raja Mukaji dari Negeri Mukadam. Namun, Raden Suwangsa tetap bersikeras ingin menikahi Rengganis. Ia merasa hanya Rengganis yang bisa mengobati luka hatinya dan mengisi kekosongan jiwanya. Meski tersentuh oleh ketulusan sang pangeran, Rengganis tetap memegang prinsip dan kesetiaannya kepada ayahnya.
Kesetiaan Rengganis kepada ayahnya menjadi salah satu nilai utama dalam cerita ini. Ia tidak tergoda oleh kemewahan atau rayuan, melainkan memilih untuk menjaga kehormatan dan tanggung jawabnya sebagai anak. Dalam budaya Sasak, bakti kepada orang tua adalah fondasi moral yang membentuk karakter seseorang. Rengganis menjadi simbol perempuan yang tidak hanya sakti dan cantik, tetapi juga berprinsip dan penuh kasih.
Selain kesetiaan, kisah ini juga menonjolkan nilai spiritual dan hubungan manusia dengan alam. Rengganis hidup selaras dengan alam, memakan buah, meminum sari bunga, dan tinggal di taman yang penuh bunga. Ia tidak merusak, melainkan merawat dan menghargai lingkungan sekitarnya. Dalam konteks modern, gaya hidup Rengganis menjadi pengingat akan pentingnya keberlanjutan dan keseimbangan dengan alam.
Cerita Rengganis dan Raden Suwangsa bukan hanya legenda, tetapi juga cerminan filosofi hidup masyarakat Sasak. Ia mengajarkan bahwa cinta sejati harus diiringi dengan tanggung jawab, bahwa kesaktian harus dibarengi dengan kebijaksanaan, dan bahwa keharmonisan dengan alam adalah bagian dari spiritualitas. Kisah ini relevan untuk generasi muda yang ingin memahami akar budaya mereka dan menemukan makna dalam tradisi.
Melalui kisah ini, masyarakat Sasak mewariskan nilai-nilai luhur yang tak lekang oleh waktu. Dewi Rengganis dan Raden Suwangsa bukan hanya tokoh cerita, tetapi juga simbol dari kekuatan batin, cinta yang tulus, dan kehidupan yang selaras dengan alam. Kisah mereka terus hidup dalam cerita rakyat, seni, dan ingatan kolektif masyarakat Lombok—sebagai warisan budaya yang patut dijaga dan dihidupkan kembali.
