Bejango Bliq Ritual Sakral Masyarakat Songak Lombok Timur
"Bejango Bliq, tradisi sakral masyarakat Songak Lombok Timur di bulan Rabiul Awal untuk menyambung rasa dengan leluhur"
Bejango Bliq Tradisi Sakral Masyarakat Songak untuk Menyambung Rasa dengan Leluhur di Bulan Rabiul Awal
YAHANTARA.COM - Di tengah derasnya modernisasi, masyarakat Desa Songak di Kecamatan Sakra, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tetap menjaga tradisi leluhur yang penuh makna spiritual. Salah satu warisan budaya yang masih terpelihara dengan baik adalah Bejango Bliq, sebuah ritual sakral yang dilaksanakan setiap bulan Rabiul Awal sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus sarana mempererat kebersamaan antarwarga. Tradisi ini tidak hanya dipahami sebagai ziarah kubur, melainkan simbol ikatan batin yang kuat antara generasi sekarang dengan para pendahulunya.
Bejango Bliq memiliki filosofi yang dalam. Nama Bejango diartikan sebagai saling mengunjungi, sementara Bliq merujuk pada penghormatan atau pendekatan spiritual. Dari dua makna tersebut lahirlah sebuah tradisi yang mencerminkan nilai luhur masyarakat Sasak yang menjunjung tinggi hubungan sosial dan spiritual. Menurut penuturan tokoh adat Mardiyah, tradisi ini sebelumnya disebut Ngayu-ayu, namun karena istilah itu tidak sesuai dengan bahasa asli masyarakat setempat, nama Bejango Bliq dipulihkan sebagai bentuk pelestarian sejarah dan bahasa lokal.
Sejarah Desa Songak pun tak lepas dari kaitan dengan tradisi ini. Nama desa sempat berganti hingga enam kali, dari Keselet, Senake, Sebengaq, Sengapati, Suwung, hingga Leaq, sebelum akhirnya kembali ke nama asli yaitu Songak. Bagi masyarakat setempat, Bejango Bliq menjadi momen penting untuk mengenang sejarah panjang tersebut sekaligus meneguhkan kembali identitas budaya yang diwariskan leluhur.
Rangkaian prosesi Bejango Bliq sarat dengan makna spiritual. Ritual biasanya diawali dengan zikir dan doa bersama yang dipimpin para tetua adat. Setelah itu, para perempuan membawa Tembolaq Beaq, wadah berisi makanan dan buah, menuju makam leluhur yang dianggap sakral. Di sana, masyarakat melakukan prosesi mengelilingi makam sebanyak tiga kali, diiringi tabuhan gendang beleq yang menambah suasana khidmat. Prosesi ini dipahami sebagai bentuk penghormatan sekaligus permisi kepada para leluhur. Setelah selesai, warga kembali berkumpul untuk melanjutkan zikir dan doa bersama yang dipimpin oleh kiai adat sebagai puncak spiritualitas Bejango Bliq.
Pemilihan bulan Rabiul Awal sebagai waktu pelaksanaan tradisi ini memiliki makna khusus. Bulan ini dikenal sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dipercaya membawa rahmat dan keberkahan. Karena itu masyarakat Songak meyakini bahwa Bejango Bliq di bulan Rabiul Awal bukan hanya menyambung rasa dengan leluhur, tetapi juga memperkuat nilai spiritual keislaman yang berpadu dengan kearifan lokal. Tidak heran jika ritual ini kini menjadi bagian dari kalender pariwisata pemerintah daerah sebagai daya tarik wisata budaya dan spiritual.
Hal yang menarik dari Bejango Bliq adalah peran penting perempuan dalam prosesi. Mereka tidak hanya membawa Tembolaq Beaq, tetapi juga berperan sebagai penjaga nilai-nilai tradisi dan pewaris budaya. Keterlibatan perempuan menunjukkan bahwa tradisi ini bersifat inklusif dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Lebih dari itu, perempuan menjadi simbol harmoni dan kesinambungan dalam menjaga tradisi agar tetap hidup di tengah perubahan zaman.
Dengan nilai filosofi, sejarah, dan prosesi yang kaya makna, Bejango Bliq dapat disebut sebagai warisan budaya tak benda yang harus dijaga keberlangsungannya. Bagi wisatawan, tradisi ini memberikan pengalaman mendalam untuk memahami cara hidup masyarakat Sasak yang sarat spiritualitas dan kebersamaan. Menyaksikan Bejango Bliq bukan sekadar melihat ritual, tetapi juga belajar tentang identitas, sejarah, dan filosofi hidup masyarakat Songak.
Di era digital saat ini, pelestarian tradisi tidak cukup hanya dilakukan secara lisan atau ritual. Dokumentasi dalam bentuk artikel, video, maupun publikasi digital menjadi langkah penting untuk mengenalkan Bejango Bliq kepada generasi muda dan dunia internasional. Dengan kemasan naratif yang menarik, tradisi ini dapat terus berkembang dan tetap relevan, sekaligus memperkuat posisi Lombok Timur sebagai daerah dengan kekayaan budaya yang bernilai tinggi.***